Kecerdasan Spiritual Menurut Islam


Kecerdasan Spiritual Menurut Islam -
Spiritual dalam pandangan islam memiliki makna yang sama dengan ruh. Ruh merupakan hal tidak dapat diketahui keberadaannya (gaib). Ruh selalu hubungan dengan Ketuhanan, ia mampu mengenal dirinya sendiri dan penciptanya, ia juga mampu melihal yang dapat masuk akal. Ruh merupakan esensi dari hidup manusia, ia diciptakan langsung dan berhubungan dengan realitas yang lebih tinggi yaitu penciptanya. Ruh memiliki hasrat dan kinginan untuk kembali ke Tuhan pada waktu masih barada dan menyatu dengan tubuh manusia. Ruh yang baik adalah ruh yang tidak melupakan penciptanya dan Selalu merindukan realitas yang lebih tinggi. Ini dapat terlihat dari perbuatan individu apakah ia ingkar dan suka maksiat atau suka dan selalu berbuat kebaikan. Pemahaman tentang ruh ini tidak dapat dipisahkan dari firman Allah dalam QS: Al-Isra’: 85(Abdul Mujib, dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam. (Jakarta: Rajawali Press. 2001), hal 329-330)
Judul Artikel Kecerdasan Spiritual Perspektif Menurut Agama Islam
Artinya: Jika mereka bertanya padamu tentang ruh. Katakanlah: “Ruh itu termasuk urusan Tuhanku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit. (QS Al-Isra’:85 ).(Departemen Agama Republik Indonesia, Al Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya: Al-Hidayah:1998), hal 437)
Pemahaman tentang kebutuhan ruh untuk selalu berada dalam garis fitrah yang telah ditetapkan Allah melalui agama islam terdapat dalam firman-Nya dalam QS Ar-rum : 30 


Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Departeman Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya., hal 645)

Mujib dan Mudakkir memberi pengertian tentang kecerdasan spiritual islam sebagai kecerdasan yang berhubungan kemampuan memenuhi kebutuhan ruh manusia, berupa ibadah agar ia dapat kembali kepada penciptanya dalam keadaan suci. Kecerdasan spritual merupakan kecerdasan qalbu yang berhubungan dengan kualitas batin seseorang. ia menjangkau nilai luhur yang belum terjangkau oleh akal. (Abdul Mujib, dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam.,hal 329-330)

Pada dasarnya karena qalb suci, ia selalu merindukan Tuhannya, karena itu ia berusaha untuk selalu menuju Tuhannya. Lebih jauh mengenai dinamika qalb tadi Agustian merumuskan lebih mendalam melalui perumusan kecerdasan spiritual yang berdasarkan kacamata islam dan bisa diterima secara nalar serta oleh ilmu pengetahuan. Agustian memaparkan konsep kecerdasan spiritual dilihat dari tahapan penciptaan manusia adalah: 

1. Manusia pada mulanya adalah makhluk spiritual murni.
Manusia pada mulanya terdapat pada tempat tertinggi sebagai makhluk spiritual murni, lalu ruh spiritual tersebut ditiupkan pada tubuh manusia. Sifat tersebut di padukan dalam materi jasad yang terbuat dari tanah. Jadi ia tidak hanya memiliki tubuh namun juga ia memiliki potensi spiritual. Hal ini dikuatkan oleh peneltian V.S. Ramachandran tahun 1997. ia menemukan bahwa manusia memiliki God Spot sebagai wadah potensi spiritual manusia. Lalu Michael persinger, Wolf Singger, dan Rodolfo Linas menemukan Osilasi Syaraf Spiritual. Para ahli diatas telah membuktikan bahwa manusia memiliki unsur spiritual sebagai pusat makna tertinggi. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Al’Ankabut Ayat 49:
Artinya: Sebenarnya, Al Quran itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat kami kecuali orang-orang yang zalim. (Al’Ankabut Ayat 49). (Departeman Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya ., hal 636)

2. Manusia menetapkan misi. 
Misi manusia untuk bertindak bardasarkan tuntunan Allah yang telah ditiupkan dalam ruhnya akan menyelamatkan dan akan memberikan kebahagiaan yang sebenarnya. Menurut Khalil Khavari “apabila manusia gagal mencapai makna hidupnya maka mereka akan menderita kekeringan jiwa”. Danah Zohar dan Ian Marshall menjelaskan bahwa makna paling tinggi dan paling bernilai pada manusia dimana mereka akan merasa sangat bahgia adalah terletak pada aspek spiritualnya. Hal itu akan jelas terasa apabila manusia mengikuti kata hati dan mengabdi pada sifat (Asma) Allah. Sesungguhnya hal ini bisa dilihat dari CEO yang berhasil karena pengabdian mereka pada sifat-sifat yang hakiki (karakter CEO). Namun islam mempunyai konsep yang lebih jelas dan lengkap yaitu Asma’ul Husna. Mengenai pengabdian ini Firman Allah dalam Adz-Dzariayat ayat 56:
Artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (Adz-Dzariayat ayat 56). (Ibid, hal 862)

3. Manusia diberi potensi intelektual, emosional dan spiritual.
Manusia diberikan kemampuan yang berbeda dengan makhluq lain. Ia memiliki lapisan neo-cortex sehingga ia mampu berfikir rasional dan logis (IQ). Ia memiliki lapisan Limbik sebagai fungsi EQ sehingga ia memiliki perasaan sebagai pengintai atau radar. Yang terpenting manusia mamailiki God Spot pada lobus temporalis untuk SQ sehingga ia memiliki suara hati sebagai pembimbing dan autopilot beripa dorongan dan nilai abadi. Dalam tataran spiritual Asmaul Husna akan selalu berdinamika dalam diri manusia sebagai suara hati.

4. Manusia akan senantiasa tunduk kepada Allah.
Ilmu pengetahuan dengan penemuan God Spot telah membuktikan bahwa manusia adalah makhluq spiritual yang senantiasa akan merasa bahagia apabila dorongan spiritualnya terpenuhi. Manusia senantiasa mencari Tuhan melalui sifat-sifatnya. Ia selalu mengidam-idamkan sifat tersebut. Inilah bukti keperkasaan Allah dan penghambaan serta pengabdian manusia, sekaligus pernyataan bahwa ruh Ilahi yang ditiupkan kedalam diri manusia memiliki tempat yang tertinggi dan termulia. Firman Allah dalam Al-Hijr ayat 29: 
Artinya: Maka apabila Aku Telah menyempurnakan kejadiannya, dan Telah meniup kan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, Maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.(Ibid, hal 393)

5. Manusia diberikan qalbu oleh-Nya
Ketika suara hati tersentuh maka situasi yang sama berklaku pula pada emosi yaitu gerakan emosi. Misalnya: sikap ingin menolong pada waktu ketidak adilan berfihak pada yang lemah. Emosi adalah getaran pada kalbu yang terjadi akibat tersentuhnya spiritualitas seseorang. Emosi merupakan sebuah signal yang berbentuk baru; sedih, kecewa, senang pada limbik pada waktu suara hati kita mengalami singgungan dalam God Spot. Emosi lebih mudah tersentuh melalui panca indra khususnya pada mata dan telinga yang digunakan untuk melihat, mendengar, dan mengukur benda-benda kongkret (IQ), hasil dari pengalaman indra tersebut yang menyentuh hati akan menghasilkan emosi. Firman Allah As-Sajdah ayat 9:
Artinya: Kemudian dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur. (As-Sajdah ayat 9). (Ibid, hal 61)

6. Membuat perjanjian Spiritual. 
Fenomena terbesar mengenai kehidupan Spiritual manusia adalah kecenderungan manusia untuk menuju sifat-sifat Ilahiah asmaul husna. Ia akan bahagia atau terharu apabila titik spiritualnya tersentuh. Ini membuktikan bahwa manusia telah melakukan perjanjian ruh dengan Allah. Firman Allah dalam Al-Ahzab ayat 15: 
Artinya: Dan Sesungguhnya mereka sebelum itu Telah berjanji kepada Allah: "mereka tidak akan berbalik ke belakang (mundur)". dan adalah perjanjian dengan Allah akan diminta pertanggungan jawabnya. (Al-Ahzab ayat 15).( Ibid, hal 669)

7. Perintah membaca bukti-bukti itu.
Manusia telah dibekali dengsan IQ, EQ, SQ. Maka Allah menyuruh untuk mencari dan membaca tanda-tanda yang ada dalam diri dan lingkungan untuk serta berkewajiban untuk beriman kepada Sang Tak Terbatas. Ia menempatkan manusia sebagai khalifah dimuka bumi dan menjalankan perintahnya dengan bersandar pada sifat-sifat Allah tersebut, ia diserukan untuk mengingat dan mengenal sifat-sifat Allah melalui Alam semesta yang telah diciptakan oleh Allah. Firman Allah dalam Al-‘Ankabuut ayat 20:
Artinya: Katakanlah: "Berjalanlah di (muka) bumi, Maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, Kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Al-‘Ankabuut ayat 20).( Ibid, hal 631)

Berdasarkan sejarah penciptaan manusia, misi manusia, dan potensi yang ada dalam dirinya, maka jelaslah bahwa manusia adalah makhluk spiritual. dengan kecerdasan spiritual (SQ) manusia mengabdi kepada Allah untuk mengelola bumi sebagai khalifah, misi utamanya adalah mencari keridhaan Allah. Target utamanya adalah menegakkan keadilan, menciptakan kedamaian, membangun kemakmuran didalamnya, langkah nyata berupa spiritualisasi di segala bidang kehidupan, baik organisasi, perusahaan, negara, atau keluarga. 

Aktualisasi diri manusia sesungguhnya adalah menuju sifat Allah malalui ihsan (selalu merasa melihat dan dilihat Allah). Usaha manusia untuk menuju sifat Allah (asma’ul husna) ini akan tertuang dengan Ihsan yang menghasilkan nilai dan dorongan dari dalam untuk mengabdi dan menuju kehakikian (aktualisasi yang sebenarnya). Pada waktu manusia telah merasakannya maka ia akan merasa tenang dan bahagia, apabila manusia tidak mengabaikan suara hati tersebut maka ia akan memiliki pribadi yang utuh dan efektif dalam menjalankan misinya sebagai khalifah Allah dimuka bumi. Ia akan berhasil dalam semua peran yang di jalankannya baik itu kepala rumah tangga, pendidik, maupun yang lain. Kecerdasan spiritual yang didasari oleh ihsan untuk menuju pada kehakikian (asma’ul husna) merupakan tonggak atau fondasi keberhasilan dan keefektifan dalam menjalankan kehidupan untuk misi mulia dari Allah. (Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun ESQ Power, Sebuah Inner Journey Melalui Ihsan, (Jakarta: Penerbit Arga. 2001), hal 96-103)

Jadi dapat disimpulakan bahwa kecerdasan spiritual dalam pandangan islam adalah kemampuan seseorang untuk yakin dan berpegang teguh terhadap nilai spritual islam, selalu berperilaku sesuai dengan nilai-nilai islam dalam hidupnya, dan mampu untuk menempatkan dirinya dalam kebermaknaan diri yaitu ibadah dengan merasakan dirinya selalu dilihat Tuhan, sehingga ia dapat hidup dengan mempunyai jalan dan kebermaknaan yang akan membawanya terhadap kebahagiaan dan keharmonisan yang hakiki. Allah berfirman: 
Artinya: Sesungguhnya beruntunglah orang-orang beriman. (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya. Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna. Dan orang-orang yang menunaikan zakat (QS: Al-Mu’minun: 1-4). (Departemen Agama, Al Qur’an dan Terjemahnya., hal 526)

Ciri-ciri SDM atau manusia yang memiliki kualitas kecerdasan spiritual tinggi dijelaskan oleh Hawari sebagai berikut:
Beriman kepada Allah dan bertaqwa kepada Allah Sang Pencipta dan beriman terhadap malikatNya, kitab-kitab Allah, rasul-rasulNya, hari Akhir, serta Qadha’ dan Qadar. Hal ini membuatnya selalu bersandar kepada ajaran Allah dan merasa bahwa dirinya selalu diawasi, dicatat perbuatannya, akhirnya ia selalu menjaga perbuatan dan hatinya. Ia juga berusaha agar selalu berbuat sholeh kebajikan.
Selalu memegang amanah, konsisten dan tugas yang diembannya adalah tugas mulia dari Allah, ia juga berpegang pada amar ma’ruf nahi munkar, sehingga ucapan dan tindakannya selalu menerminkan nilai-nilai luhur, moral dan etika agama.
Membuat keberadaan dirinya bermanfaat untuk orang lain, dan bukan sebaliknya. Ia bertanggung jawab dan mempunyai kepedulian sosial.
Mempunyai rasa kasih sayang antar sesama sebagai pertanda seorang yang beriman. 
Bukan pendusta agama atau orang zalim. Mereka mau berkorban, berbagi, dan taat pada tuntunan agama.
Selalu menghargai waktu dan tidak menyia-nyiakannya, dengan cara selalu beramal saleh dan berlomba-lomba untuk kebenaran serta kesabaran.

Karena itu kecerdasan spiritual adalah komponen utama bila dibandingkan engan IQ, EQ, dan CQ. Untuk mengembangkannya adalah dengan menghayati dan mengamalkan agama; yaitu rukun iman, rukun islam dalam kehidupan. (Dadang Hawari, Al-Qur’an: Ilmu Kedokteran Jiwa Dan Kesehatan Jiwa ,( Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 2004), hal 223-232)

Untuk mengembangkan kecerdasan spiritual dengan cara islam lebih jauh Suharsono menawarkan dengan langkah-langkah berikut: 
Mengembangkan kapasitas kecerdasan umun yaitu IQ dan EQ.
Memperbanyak ibadah-ibadah sunnah. Seperti ibadah shalat malam, membaca al-Qur’an.
Penyucian diri perlu dilakukan agar cahaya dapat menembus kecerdasan dan mata batin kita. Caranya adalah menjauhkan diri secara ucapan, perbuatan, sikap maupun hati dari perbuatan-perbuatan dosa, hal-hal negatif dan kejelekan. Menjauhkan diri dari egoisme, dan kata-kata destruktif adalah penting untuk menjauhakan diri dari awan hitam hati. 
Selalu mendidik hati dari dalam agar berkomitmen kuat dengan ketulusan nurani, dan semangat intelektual untuk mencari kebenaran dan dedikasi kemanusiaan secara universal. (Suharsono, Melejitkan IQ, IE, dan IS, (Depok: Inisiasi Press, 2005), hal 161-164)

Pentingnya petunjuk Al-Qur’an dan amal sholeh untuk menghilangkan awan hitam hati tersebut telah dijelaskan dalam firman Allah surat Al-isra’: 9 
Artinya: Sesungguhnya Al-Quran ini memberikan petunjuk kepada jalan yang lurus dan memberi kabar gembira kepada kaum mukmin yang mengerjakan amal sholeh (kesadaran akan pekerjaan yang dilakukan atas kepatuhan terhadap Allah) bahwa bagi mereka ada pahala yang besar. (Al-isra’9). (Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya.,hal 425)

Kesimpulan yang dapat diambil dari penjelasan kecersan spiritual menurut islam diatas adalah: 
Jalan hidup spritualitas islam memiliki tiga fondasi dasar untuk membentuk pribadi muslim yang utuh, yaitu iman, islam, dan ihsan. Iman merupakan fondasi yang paling dasar dalam islam, ia adalah ikrar jiwa untuk yakin terhadap kekuatan tertinggi yaitu Allah. Syarat utama dari iman adalah keyakinan tadi, dan selanjutnya ikrar lisan dan akhirnya ikrar tingkah laku sebagai manifestasi dari keyakinan terhadap kekuatan Tertinggi dalam setiap perbuatannya. Islam merupakan pokok-pokok ibadah, rule, dan metodologi dalam menempuh jalan islam. Sedangkan ihsan merupakan kebaikan dan kebajikan budi pekerti sebagai manifestasi dari iman dan islam, amal perbuatannya hanya di sandarkan hanya pada Allah dan merasa seakan-akan melihat dan dilihat Allah.

Muslim yang memiliki kecerdasan spritual akan memiliki budi pekerti yang luhur, taat beribadah, tenang jiwanya, bijaksana, peduli dan peka dalam kehidupan pribadi, sosial, keluarga, maupun terhadap lingkungan. Semuanya adalah sebagai menifestasi keadaan jiwa yang memiki jalan dan bersandar pada Allah dan tertuang pada perilaku dalam kehidupannya.


Dalam Artikel Kecerdasan Spiritual Menurut Agama Islam ini menggunakan foot note sebagai referensi semoga bermanfaat untuk anda semua.



tks Mas Bro

0 Response to "Kecerdasan Spiritual Menurut Islam"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel